Dukungan Dana Darurat KNPA untuk Korban Erupsi Semeru
Admin
|
08 Dec 2021
|
Dilihat 117x
Lumajang (kpa.or.id) – Sistem Respon Cepat Darurat Agraria Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) turut memberikan bantuan bagi korban erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada Sabtu, (4/12/2021). Bantuan tersebut berupa dukungan dana taktis untuk membeli kebutuhan pokok para korban selama masa tanggap darurat.
Salah satu masyarakat yang terkena dampak parah dari erupsi ini ialah para petani anggota dari Serikat Petani Mahameru Lumajang (SPML), serikat tani anggota Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang berada di Kabupaten Lumajang.
Korwil KPA Jatim, M. Izzudin menjelaskan hingga Rabu, (8/12/2021) terdapat 200 orang anggota serikat yang terkena dampak erupsi dan 10 orang lainnya meninggal dunia.
“Jumlah anggota SPML 640 orang, yang terdampak kurang lebih 200 orang dan 10 orang meninggal. Kita masih mencari dan memastikan korban lainnya yang belum ada kabar,” jelas Izudin.
Selain itu, erupsi ini juga menyebabkan kerugian materil bagi para korban, dimana 310 rumah anggota rusak berat dan sudah tidak layak huni. Sementara itu, tanah garapan mereka, yang merupakan salah satu Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) juga ikut hancur akibat tertimbun abu vulkanik dan terendam aliran lahar dari Semeru.
Dukungan dari KNPA ini secara langsung disalurkan kepada posko KPA sebagai induk organisasi dari SPML. KPA sejak Selasa, (7/12/2021), telah mendirikan posko tanggap darurat di lokasi pengungsian anggota serikat tani di Dusun Krajan, Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro.
KNPA merupakan koalisi strategis organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang memfokuskan agenda-agenda kerja mereka untuk mendorong pelaksanaan reforma agraria sejati di Indonesia. Pembentukan koalisi ini diinisiasi sejak 2014, terdiri dari KPA, AMAN, WALHI, SP, API, KontraS, SW, IHCS, HuMa, YLBHI, Bina Desa, SPI, Pusaka, JKPP, Sains dan Elsham.
Pada tahun 2016, KNPA menginisiasi sistem respon cepat darurat agraria sebagai agenda taktis koalisi untuk melindungi para pejuang hak atas tanah menghadapi situasi darurat di wilayah konflik agraria mengingat semakin tingginya trend letusan konflik agraria di berbagai daerah.
Semakin ke sini, sistem tersebut semakin berkembang, tidak hanya merespon situasi darurat agraria. Namun juga membangun sistem respon cepat untuk situasi darurat bencana dan krisis pangan. Sistem tanggap darurat bencana sendiri pertama kali diinisiasi saat peristiwa gempa bumi dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah yang terjadi pada September 2018. Kemudian berlanjut saat tsunami Banten terjadi di tahun yang sama. Berikutnya banjir Bengkulu dan Luwu Utara, Sulawesi Selatan terjadi pada tahun 2019 dan 2020.