Wilayah Advokasi

Kemenangan Masyarakat Desa Lee PTUN Palu Resmi Membatalkan HGU PT SPN
Admin | 05 Nov 2021 | Dilihat 152x

Morowali Utara (kpa.or.id) - Perjuangan masyarakat Desa Lee, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah lambat laun menemukan titik terang. Jumat, 5 November 2021, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) dalam surat putusan nomor 120 PK/TUN/2021 resmi menolak permohonan pininjauan kembali dari PT SPN atas pembatalan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang terletak di Desa Lee, Desa kasingoli, dan Desa Gontara seluas 1.895 Ha.
 
Dalam surat keputusan tersebut, juga mewajibkan Kepala Kantor Kabupaten Morowali Utara untuk mencabut surat Hak Guna Usaha PT SPN, Nomor 0026 tanggal 12 Juni 2009, surat Ukur Nomor 00035/Morowali Utara/2016 tanggal 28 Juni yang terletak di lokasi yang sama.
 
Kabar baik tersebut, tentunya disambut hangat oleh masyarakat Desa Lee, Almida selaku Kepala Desa Lee sangat menyambut baik putusan tersebut, menurutnya ini merupakan sebuah kemenangan kecil untuk perjuangan panjang ke depan. “Harapan kami saat ini adalah supaya Badan Pertanahan Nasional segera menerbitkan surat pembatalan HGU PT SPN dan segera meredistribusi tanah kepada masyarakat Desa Lee,” paparnya.

Ia menlanjutkan, jika putusan tersebut tidak kunjung dilakukan, kami akan menemui bupati dan mendatangi kantor BPN.
 
Senada dengan Kepala Desa Lee, Koorninator Wilayah KPA Sulawesi tengah, Noval Apek Saputra menyampaikan, Desa Lee, merupakan salah satu lokasi yang diusulkan oleh masyarakat dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) kepada pemerintah.  Melalui skema Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) tanah dengan luas 413 Ha tersebut harus segera diselesaikan konfliknya dan diredistribusikan tanahnya kepada petani.

Atas dasar tersebut, Noval kembali menegaskan, sudah semestinya PT SPN segera meninggalkan Desa Lee, dan BPN segera menghapuskan HGU PT SPN.

Kilas Balik Perjuangan Masyarakat Desa Lee Memperjuangkan Hak Atas Tanah.

27 Januari 2009, secara tiba-tiba terbit HGU dengan Nomor 20-HGU-BPN RI-2009 seluas 1.895 hektare untuk PT SPN di pemukiman dan tanah garapan milik 128 petani di Desa Lee. Seluas 800 hektar tanah petani dicaplok dan menjadi HGU milik PT SPN.

Tidak pernah ada pemberitahuan ataupun sosialisasi kepada masyarakat ketika Badan Pertanahan Negara (BPN) memberikan surat HGU kepada PT SPN. Masyarakat yang notabenya adalah petani baru mengetahuinya penerbitan HGU tersebut pada 2014 ketika perusahaan memobilisasi kendaraan alat berat untuk melakukan pembersihan lahan.

Hal tersebut dinilai sangat tidak adil. Tanah-tanah produktif milik masyarakat yang selama ini untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, secara tiba-tiba diserobot dan dirampas begitu saja seraya turunnya HGU atas nama PT SPN.  Akhirnya, masyarakat bersama Kepala Desa Lee meminta klarifikasi ke pemerintah kabupaten seraya menyampaikan penolakan atas keberadaan HGU tersebut. Mereka menilai penerbitannya tanpa melalui prosedur yang jelas. Ditambah lagi HGU ini mengancam wilayah peternakan, sumber air bersih, pemakaman, dan lahan pertanian desa.

Perjuangan masyarakat setelah itu masih panjang, masyarakat memilih menempuh jalur hukum untuk mempertahankan hak atas tanah. Pada 24 Juni 2018 PTUN Palu, menyatakan bahwa HGU PT SPN tidak sah. Sebab ia diterbitkan di tanah yang sudah jelas dikelola dan digarap oleh masyarakat.

Akan tetapi, menangnya masyarakat Desa Lee di PTUN, belum membuat PT SPN jera. Perjuangan rakyat masih terus berlanjut, PT SPN dan BPN Morowali Utara naik banding dan memenangkan peradilan di PTUN Makassar. Lalu, petani pun mencari keadilan di tingkat kasasi. Pada tanggal 6 Oktober 2020 petani menerima putusan Mahkama Agung (MA). Hasil putusannya berupa, BPN wajib untuk membatalkan SK HGU dan sertifikat HGU PT SPN dengan luas 1.895 hektar yang salah satunya terdiri dari desa Lee.
 
Setelah proses-proses tersebut dijalani, alangkah kecewanya petani, meskipun sudah menang di pengadilan, nyatanya BPN dan PT SPN tidak menjalankan putusan tersebut. Menurut Almaida, Kepala Desa Lee, karena tidak terima dengan putusan tersebut, BPN dan PT SPN, malah membayar segelintir orang untuk dibentrokan dengan masyarakat Desa Lee. “Semacam dibuat konflik horizontal, untuk perang saudara,” ujarnya.

Upaya PT SPN terus berlanjut, mereka juga meminta peninjauan ulang terhadap putusan MA. Peninjauan putusan tersebut dilakukan di PUTN Palu. Hasilnya pun sama, PTUN Palu, menolak permohonan tersebut. Artinya, PT SPN sudah tidak berhak lagi atas tanah di Desa Lee. Terlebih BPN harus segera meredistribusikan tanah tersebut kepada petani penggarap di Desa Lee.

Share