Internasional LPRA

Menengok Perjuangan Petani Banten di Tanah Kolektif
Admin | 06 Aug 2022 | Dilihat 49x

Perwakilan dari Rights Resource Initiative (RRI), salah satu jaringan global KPA sedang bercengkrama dengan beberapa petani Pergerakan Petani Banten (P2B) mengenai perjuangan hak atas tanah.

Banten (kpa.or.id)  - Pada 6 Agustus 2022, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendampingi Rights and Resources Initiative (RRI) melakukan perjalanan ke Provinsi Banten, tepatnya di Desa Gunung Anten untuk bertemu dengan para petani dari Pergerakan Petani Banten (P2B). 

Setelah melalui perjalanan darat selama kurang lebih 3 jam di Jakarta. Pewakilan RRI dan KPA disambut hangat oleh para pengurus dan anggota serikat. Kehadiran anak-anak semakin meramaikan pertemuan yang berlangsung di sekretariat P2B tersebut. 

RRI merupakan jaringan KPA di tingkat global yang selama konsisten mendorong perjuangan hak atas tanah di Indonesia melalui berbagai dukungan. Perjalanan ke Banten ini merupakan kunjungan untuk melihat perjuangan para petani di tingkat tapak. 

Beberapa anggota terlihat antusias membagikan pengalamannya. Mulai dari perubahan rasa ketakutan menjadi keberanian, berjuang dan melawan, kriminalisasi dan penahanan, hingga bertahan sampai saat ini. 

"Saya adalah salah satu dari sedikit orang pertama yang berada di sini. 12 Januari 2010 di malam hari, saya takut karena gubuk kami dibakar dan polisi datang ke sini. Saya takut sampai buang air besar. Saya bersama anak saya yang berusia sembilan tahun disuruh pergi karena akan ada yang datang untuk mengusir kami," kenang seorang warga bernama Aryunah.

Gambaran kondisi mengerikan yang dibagikan anggota dan warga tersebut terjadi sebelum adanya mobilisasi para petani yang dinaungi oleh P2B. Akan tetapi, sejak P2B melakukan pengorganisiran dan dibantu KPA lewat penguatan organisasi dan pelatihan paralegal bagi anggotanya, hal tersebut telah memberi kontribusi positif. Terutama dalam membangun semangat dan mempererat hubungan anggota dalam internal organisasi petani P2B.

Usaha para petani tak cukup hanya mendirikan P2B. Mereka juga menghidupinya bersama dengan mengolah tanah kolektif. Hasilnya adalah bangunan yang berfungsi sebagai sekretariat serta pusat pelatihan. Tanah kolektif juga memungkinkan untuk mendukung mereka yang mendedikasikan waktu untuk memimpin perjuangan P2B. 

Selain berdiskusi di ruangan, rombongan juga menyambangi tanah kolektif yang menjadi salah satu sumber penghidupan bersama. Beberapa anggota P2B kemudian menunjukkan kepada rombongan bagaimana mereka mengelola tanah mulai dari menanam padi, pisang, kopi, jahe merah, jahe aromatik, lada, nanas, sirsak dan tanaman unik yang disebut terubuk atau Saccharum edule.

Masyarakat berharap Negara segera mengakui hak atas tanah mereka dengan segera melakukan redistribusi tanah kepada para petani. Agar mereka bisa mengolah tanah tersebut dengan rasa aman tanpa ada lagi rasa takut diintimidasi.

"Saya tidak punya tempat untuk pulang. Tidak memiliki tanah selain di sini. Saya ingin berada di sini sampai saya sukses. Saya ingin menjadi lebih baik untuk anak-anak saya. Kami memulai perjuangan dari awal , kami tidak dapat meninggalkannya meskipun ini belum berhasil," kata Mimin, salah satu anggota P2B.

Pada kesempatan tersebut, kader muda P2B tidak ketinggalan membagikan pengalaman mereka. Salah satunya Nana. Baginya kaum muda harus terus memperkuat kapasitasnya karena suatu hari nanti keberlanjutan organisasi akan dilanjutkan oleh kaum muda. 

"Saya ingin menjadi seorang pemimpin dan dapat meningkatkan kapasitas saya. Tetapi, apakah saya akan memiliki cukup keberanian dan kekuatan untuk melawan? Apakah saya dapat menolak uang seperti yang dilakukan Pak Abay?" ucap Nana, kader P2B.

Perjuangan P2B sendiri telah dimulai sejak 1989. Sawari, salah satu petani mengatakan bahwa dia telah mendapatkan izin penggunaan lahan (SPPT) dan mengolah tanah dengan penanaman buah-buahan. Namun, pada 2007 izin tersebut dicabut dan orang-orang diusir oleh perusahaan perkebunan. 

"Saat itu, saya menghimbau kepada masyarakat perkebunan dan saya dijanjikan tujuh hektar tanah tapi tidak ada! Pada tahun 2010, para petani diinterogasi oleh polisi, dan pertanian kami terpengaruh. Bahkan, empat orang dari masyarakat dipenjara pada tahun 2013 selama empat bulan - setelah itu, kami membentuk gerakan petani Banten,” kata Sawari.

P2B merupakan salah satu serikat tani anggota KPA yang berada di Kabupaten Lebak, Banten. Saat ini P2B beranggotakan 197 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari masyarakat adat Baduy dan petani yang tinggal di wilayah tersebut. Mereka saat ini menggarap 200 hektar dari 1.100 hektar bekas HGU PT. Bantam. 

Garapan tersebut telah diusulkan menjadi salah satu Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Saat ini, proses penyelesaiannya telah memasuki babak akhir.

Para petani mengusulkan redistribusi tersebut melalui hak tanah kolektif yang telah menjadi kesepakatan di internal organisasi. Usulan tersebut merupakan strategi dari para petani untuk tetap menjaga keberlangsungan kepemilikan tanah pasca redistribusi. Apalagi saat ini, kebijakan terhadap hak atas tanah telah diakomodir melalui Perpres No.86/2018 tentang Reforma Agraria.
 

Share