Petani Tuntut Pembatalan Omnibus Law
Pernyataan Sikap Konsorsium Pembaruan Agraria, Jakarta, 16 Juli 2020
Hari ini, Kamis, 16 Juli 2020, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama basis-basis serikat tani yang ada di Jawa Barat dan Banten akan melakukan aksi “Geruduk Gedung DPR RI, Gagalkan Omnibus Law”. Menuntut DPR RI dan Pemerintah segera menarik Omnibus Law-RUU Cipta Kerja dari pembahasan. Aksi ini diikuti secara serentak oleh organisasi dan serikat tani anggota KPA bersama jaringan di beberapa wilayah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jambi, dan Sumatra Utara.
Omnibus Law-RUU Cipta Kerja yang digadang-gadang sebagai jalan untuk menciptakan lapangan kerja, isinya justru mengancam jutaan kaum buruh, memudahkan PHK dan membayar murah upah para pekerja. Namun, bukan hanya mengancam kaum buruh, Omnibus Law ini juga mengancam terhadap jutaan petani karena RUU ini telah memudahkan perampasan tanah dengan dalih menciptakan lapangan kerja. Selain itu, agenda tanah untuk rakyat melalui reforma agraria juga digusur oleh Undang-Undang ini. Sebab, tanah akan dijadikan barang komoditas dan diorientasikan untuk kepentingan badan usaha milik swasta dan negara.
Sejak awal, RUU Cipta Kerja ini memang diarahkan untuk memperkuat perusahaan dan investor skala besar. Karena itulah proses perumusannya tertutup bagi rakyat, tergesa-gesa karena melayani pesanan investor, kemudian mengabaikan kepentingan rakyat dan konstitusi. Sehingga terdapat 1200 pasal tanpa memperhitungkan dampak sosial, ekonomi, politik, budaya yang akan menimpa rakyat.
Pemerintah beralasan, tumpang-tindih regulasi dan ketidakharmonisan Undang-Undang sektoral telah menjadi hambatan utama untuk menciptakan iklim investasi yang ramah bagi para investor. Padahal, iklim investasi kita buruk karena maraknya korupsi dan pungutan liar. Faktanya pemerintah dan DPR RI justru melemahkan KPK dan usaha pemberantasan korupsi. Jadi, RUU Cipta Kerja ini adalah dalih untuk merampas kesejahteraan rakyat atas nama harmonisasi UU dan investasi.
Dalam RUU Cipta Kerja, kesulitan memperoleh tanah bagi para investor dianggap sebagai salah satu hambatan berinvestasi. Ironisnya, jawaban RUU ini adalah: permudah penggusuran! Karena itu pengaturan agraria di sektor pertanahan, perkebunan, pertanian, kehutanan, pertambangan, pesisir-kelautan, properti dan infrastruktur yang menjadi bagian utama dalam RUU Cipta Kerja ini adalah mempermudah penggusuran melalui pengadaan tanah, memberi konsesi 90 tahun kepada investor, menghapus sanksi bagi perusahaan yang merampas tanah, gusur, atau beli dengan murah tanah-tanah rakyat. Dengan begitu, RUU Cipta Kerja telah mengancam nasib kaum tani, nelayan dan masyarakat adat yang mempertahankan tanahnya. RUU juga akan membahayakan bangunan sendi-sendi ekonomi kerakyatan, jaminan hak atas tanah dan keamanan wilayah hidup dari petani, masyarakat adat, buruh tani/kebun, nelayan, perempuan, masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan.
Beradasarkan analisa dan kajian KPA, setidaknya terdapat 11 (sebelas) ancaman Omnibus Law bagi petani dan agenda reforma agraria
-
Mengkhianati Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR No. IX/2001 dan UUPA 1960.
-
Mendorong penggusursn dan perampasan tanah rakyat dengan menghidupkan kembali azas Domein Verklaring era kolonial;
-
Memperparah konflik agraria dengan memprioritaskan pemberian tanah dan tukar guling kawasan hutan untuk kepentingan elit bisnis dan politik
-
Melegitimasi praktek spekulan tanah dan menyuburkan mafia tanah lewat pembentukan Bank Tanah
-
Merancang 90 tahun HGU bagi korporasi perkebunan
-
Menjadikan tanah sebagai barang komoditas yang bebas diperjualbelikan dan dimonopoli oleh badan usaha swasta dan negara
-
Menghapus batas maksimum luas penguasaan tanah dan sanksi bagi perusahaan yang terbukti menelantarkan tanah
-
Membuka pintu kepada badan usaha asing untuk menguasai tanah di Indonesia
-
Mengancam kedaulatan pangan lewat kemudahan konversi tanah pertanian dan importasi pangan
-
Memenjarakan petani dan masyarakat adat yang hidup dan bertani di atas klaim kawasan hutan negara
-
Menghilangkan hak dasar petani memuliahkan benih.
Berdasarkan hal tersebut, kami menilai Pemerintah dan DPR RI telah gagal menangkap aspirasi rakyat dan mengabaikan nasib rakyat yang tengah menghadapi wabah dan krisis berlapis akibat pandemi Covid-19.
Seharusnya dalam situasi wabah dan krisis saat ini Presiden dan DPR RI menjadi garda terdepan dalam melindungi dan menyelamatkan rakyat dari wabah Covid-19 dan menyelamatkan rakyat dari krisis ekonomi, krisis pangan, konflik agraria dan PHK.
Berdasarkan masalah di atas, kami petani. masyarakat adat, nelayan dan perempuan yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meminta:
-
DPR RI dan Pemerintah menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja, karena kebijakan ini BUKANLAH jalan keluar bagi ekonomi Indonesia, apalagi bagi kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya RUU ini mengancam keselamatan hidup rakyat, buruh, petani, nelayan, masyarakat adat sehingga akan menimbulkan gelombang penolakan yang luas dari masyarakat sipil;
-
Pemerintah bersungguh-sungguh memastikan krisis akibat pandemi Covid-19 tidak semakin meluas dengan memperkuat sentra-sentra produksi pertanian, pangan, perkebunan dan peternakan rakyat yang dijamin dan dilidungi Negara. Karna terbukti, dalam situasi krisis semacam ini justru mereka lah yang bertahan. Bukan ekonomi yang bersandar pada investor;
-
DPR RI segera menjalankan perintah TAP MPR IX/2001 untuk menyelesaikan tumpang-tindih regulasi di sektor agraria dan Sumber Daya Alam dalam rangka melaksanakan agenda pembaruan agraria;
-
Pemerintah segera melaksanakan reforma agraria yang utuh dengan keterlibatan penuh organisasi rakyat dalam setiap pelaksanaannya;
-
Pemerintah untuk segera menuntaskan konflik agraria, memastikan aparat keamanan dan perusahaan (swasta dan BUMN) segera menghentikan tindakan-tindakan intimidatif, refresif dan usaha-usaha kriminalisasi di wilaya-wilayah konflik agraria yang memperkeruh situasi agraria, yakni penggusuran, teror, kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani dan masyarakat adat di tengah pandemi saat ini.
Demikian pernyataan sikap kami dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) agar dapat dipahami oleh semua pihak. Kami menyerukan seluruh masyarakat Indonesia, khususnya kepada kaum tani dan gerakan rakyat di Indonesia bersatu melawan dan menggagalkan Omnibus Law-RUU Cipta Kerja ini.
Hormat kami,
Konsorsium Pembaruan Agraria
Dewi Kartika,
Sekretaris Jendral
CP: 081394475464
Anggota Konsorsium Pembaruan Agraria
-
Serikat Petani Pasundan Ciamis (SPP Ciamis)
-
Serikat Petani Pasundan Garut (SPP Garut)
-
Serikat Petani Pasundan Pangandaran (SPP Pangandaran)
-
Serikat Petani Pasundan Tasikmalaya (SPP Tasik)
-
Serikat Petani Sriwijaya (SPS)
-
Serikat Tani Tebo (STT), Jambi
-
Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), Sumut
-
Serikat Tani Indramayu (STI)
-
Serikat Petani Karawang (Sepetak)
-
Serikat Tani Bengkulu (STaB)
-
Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP)
-
Serikat Petani Badega (SPB)
-
Serikat Petani Batanghari (SPB)
-
Serikat Petani Gunung Biru (SPGB), Batu
-
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Kalbar
-
Serikat Petani Lumajang (SPL)
-
Serikat Petani Majalengka (SPM)
-
Serikat Rakyat Binjai dan Langkat (Serbila)
-
Serikat Tani Independen (Sekti), Jember
-
Serikat Tani Independen Pemalang (STIP)
-
Serikat Tani Kerakyatan Sumedang (STKS)
-
Serikat Tani Konawe Selatan (STKS)
-
Serikat Tani Kontu Kowuna, Muna
-
Serikat Tani Likudengen Uraso, Sulsel
-
Serikat Tani Sigi (STS), Sulteng
-
Persatuan Petani Jambi (PPJ)
-
Serikat Perjuangan Tani Nelayan Toli-toli
-
Serikat Petani Tulungagung
-
Serikat Rakyat Kediri Berdaulat
-
Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT), Salatiga
-
Serikat Tani Amanat Penderitaan Rakyat, Banyumas
-
Organisasi Tani Jawa Tengah (Ortaja)
-
Serikat Tani Merdeka
-
Serikat Tani Independen Pemalang (STIP)
-
Serikat Tani Sejahtera Indonesia, Pematang Siantar
-
Serikat Petani Serdang Bedagai
-
Serikat Nelayan Merdeka, Sumut
-
Serikat Tani Korban Gusuran PT. BNI
-
Serikat Nelayan Bengkulu
-
Omah Tani
-
Serikat Tani Mandiri, Cilacap
-
Himpunan Tani Masyarakat Banjarnegara (Hitambara)
-
Lidah Tani, Blora
-
Paguyuban Petani Aryo Blitar (PPAB)
-
Pergerakan Petani Banten (P2B)
-
Persatuan Petani Cianjur (PPC)
-
Persatuan Petani Siantar Simalungun (SPSS)
-
Rukun Tani Indonesia (RTI)
-
Forum Petani Kendal (FPPK)
-
Forum Masyarakat Labuhan Batu (Formal)
-
Forum Nelayan Togean
-
Forum Perjuangan Petani Batang (FPPB)
-
Forum Perjuangan Rakyat Mojokerto
-
Masyarakat Adat Moronene Hukaea Laeya-Kabupaten Bombana.
-
Organisasi Tani Lokal Blongko dan Ongkaw, Minahasa Selatan
-
Organisasi Tani Lokal Ratatotok, Minahasa Tenggara
-
Persatuan Rakyat Salenrang Maros, Sulsel
-
Forum Petani Merdeka
-
Perkumpulan Masyarakat Pesisir Toli-toli
-
Serikat Tani Donggala
-
Forum Petani Cengkeh Toli-toli
-
Serikat Tani Pejuang Tanah Air
-
Serikat Petani Tambak, Gorontalo
-
Serikat Tani Sumberklampok, Bali
-
Kelompok Tani Satria Pertiwi Batuampar, Bali
-
Forum Petani Dompu
-
Forum Kesejahteraan Petani, Konawae Selatan
-
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Jakarta
-
Serikat Nelayan Indonesia (SNI)
-
Forum Komunikasi Petani Malang Selatan
-
Wahana Tani Mandiri (WTM), NTT
-
Jaringan Kerja Tani (Jakatani), Banten
-
Persatuan Masyarakat Tani Aceh
-
Lembaga Adat Tatongano Wonua Kampong Hukaea
-
Alam Watabaro Kumbeweha
-
Lembaga Adat Sparano Wonua
-
Forum Masyarakat Tue-tue Ngapa Walanda
-
Forsda Kolaka
-
Farmaci, Ciamis
-
FPMR, Tasikmalaya
-
FPPMG, Garut
-
Puspaham Indonesia, Kendari
-
KSPPM, Sumatra Utara
-
Forum Perjuangan Rakyat, Batu
-
FPKKS, Sragen
-
Tim Penyelamat Pembangunan Tanah Adat Luat Huristak
-
Amanat Penderitaan Rakyat Tap-Sel
-
Serikat Rakyat Binjai Langkat
-
Wallacea, Palopo
-
BITRA Indonesia, Medan
-
Yayasan Rumpun Bambu Indonesia, Banda Aceh
-
Solidaritas Perempuan Anging Mamiri
-
Perkumpulan Koslata, NTB
-
Sunspirit, NTT
-
Bina Desa
-
Sitas Desa, Blitar
-
Elpagar, Kalbar
-
LAPAR, Makasar