Para kandidat Capres-Cawapres yang bertarung dalam kontestasi politik 2024 sudah selayaknya menempatkan reforma agraria sebagai upaya penghormatan, pemenuhan, pemulihan dan perlindungan hak asasi manusia, terutama hak atas tanah.
Sebab krisis agraria yang terjadi selama ini merupakan akibat dari praktik-praktik perampasan tanah dan penggusuran yang membuat jatuhnya korban dari sisi masyarakat dan pelanggaran HAM lainnya.
Selama delapan tahun terakhir, KPA mencatat ribuan letusan konflik agraria akibat penggusuran dan perampasan tanah. Situasi tersebut berdampak pada hilangnya tanah dan ruang hidup masyarakat yang seharusnya dilindungi Negara sebaga hak asasi warga negara. Bahkan tidak jarang dari mereka mengalami kriminalisasi, kekerasan dan bahkan meregang nyawa akibat penanganan represif di wilayah konflik.
Sepanjang delapan tahun terakhir (2015-2022), sedikitnya terjadi 2.701 letusan di atas tanah seluas 5 juta hektar dengan korban terdampak 1.7 juta keluarga. Konflik agraria akibat perampasan tanah dan penggusuran tersebut telah menghilangkan sumber penghidupan dan ruang hidup rakyat yang seharusnya dilindungi oleh Negara.
Tidak sampai di situ, di berbagai wilayah konflik agraria, masyarakat seringkali mengalami intimidasi, kriminalisasi dan tindakan kekerasan akibat penanganan represif oleh aparat keamanan. Bahkan tidak sedikit masyarakat meregang nyawa akibat perlakukan represif tersebut. Data KPA menunjukan, selama delapan tahun tersebut, tercatat 1.934 orang mengalami kriminalisasi, 814 mengalami kekerasan, 78 orang tewas dan 69 orang diantaranya tewas.
Konflik agraria yang melahirkan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM tersebut sebagian besa didominasi praktik bisnis dan investasi, yakni sektor perkebunan dengan 1.023 konflik, sektor bisnis dan properti sebanyak 625 konflik, pembangunan infrastruktur (477), kehutanan (196), pertambangan (180), pesisir dan pulau-pulau kecil (74) dan fasilitas militer (40).
Selain lini bisnis dan investasi di atas, konflik agraria dan berbagai praktek kekerasan yang menyertai semakin diperparah akibat pelaksanaan proyek-proyek strategis nasional.
Posisi masyarakat semakin tersudut akibat proses pengadaan tanah untuk kepentingan PSN-PSN tersebut semakin dipermudah melalui berbagai regulasi kebijakan. Artinya, pemerintah telah melegitimasi praktik-praktik perampasan tersebut dengan dalih-dalih kepentingan strategis nasional.
Seturut dengan data di atas, Komnas HAM mengungkapkan sepanjang Januari-Agustus 2023 telah menerima 692 konflik agraria yang disertai intimidasi, kriminalisasi dan bentuk kekerasan lainnya.
Situasi ini diperkuat dengan riset indeks HAM Indonesia tahun 2022, di mana indeks hak atas tanah masih di kisaran 2,2 Ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Situasi ini menjadi catatan merah bagi jalannya pemerintahan ke depan. Sebab hak atas tanah untuk kaum petani dan rakyat kecil belum jadi bagian dari pemenuhan dan pemulihan HAM. Krisis agraria di Indonesia sarat dengan konflik, perampasan tanah, penggusuran dan jatuh korban. Tidak heran ribuan konflik meletus di masa pemerintahan Joko Widodo dan ini akan menjadi warisan bagi pemerintahan selanjutnya.