Konflik agraria yang dihadapi masyarakat adat di Desa Siria-ria sudah berlangsung lama. Konflik memanas lagi setelah program lumbung pangan atau food estate dicanangkan Presiden Joko Widodo di kawasan itu. Reforma agraria Nawacita Presiden harusnya menuntaskan konflik itu.
Anggota Lembaga Masyarakat Adat Siria-ria, Tua Siregar (66), beristirahat di sebuah pondok area Food Estate Humbang Hasundutan, di tengah ladang kol dan ubi yang dia tanam, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Kamis (11/1/2024). Program lumbung pangan yang dicanangkan langsung oleh Presiden pada 2020 telah memberikan berbagai dampak setelah berjalan lebih dari tiga tahun.
Pertanian di desa terpencil itu mulai maju. Ladang masyarakat di area food estate bisa diakses lebih mudah. Ada jalan aspal yang lebar dan mulus.
Area pertanian itu juga tampak modern dengan akses air perpipaan yang menjangkau hampir semua ladang di area 215 hektar itu. ”Memang ada kemajuan pertanian di desa kami,” kata Tua.
Namun, saat bersamaan, muncul lagi konflik agraria yang sudah lama tidak terselesaikan. Konflik agraria itu terjadi antara masyarakat adat Siria-ria dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Konflik sudah berlangsung sejak program reboisasi pada 1963.
Lahan masyarakat adat diklaim pemerintah sebagai kawasan hutan. Sebagian dari lahan dijadikan area food estate.
”Perjuangan dan pengorbanan masyarakat adat atas konflik dengan program reboisasi itu sangat besar hingga puncaknya pada 1979. Empat warga kami meninggal dan hampir semua laki-laki ditahan atau menjadi buron,” kata Tua.
![60 Tahun Konflik Agraria Antara Masyarakat Adat Humbang Hasundutan Dan Klhk2](http://www.kpa.or.id/image/2024/01/60-tahun-konflik-agraria-antara-masyarakat-adat-humbang-hasundutan-dan-klhk2.jpg)
Empat warga kami meninggal dan hampir semua laki-laki ditahan atau menjadi buron.
Konflik mereda setelah Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) Sudomo turun langsung ke Siria-ria. Bupati Tapanuli Utara mengeluarkan SK Nomor 138 Tahun 1979 tentang Pengakuan Tanah Adat Penduduk Siria-ria atas areal Sigende, Parandalimanan, Parhutaan, Adian Padang, dan Sipiuan seluas 794,6 hektar.
Konflik agraria kembali memanas setelah pengukuran dan penataan batas lahan food estate pada 2020. Lahan yang sudah diakui melalui SK bupati itu ternyata masih masuk kawasan hutan negara berdasarkan SK Menhut Nomor 579 Tahun 2014.
”Kami telah menyampaikan keberatan kepada panitia dan dimasukkan dalam berita acara pelaksanaan tata batas. Namun, tidak ada respons dari panitia tata batas kawasan hutan hingga saat ini,” kata Tua.
Tua menyebut, konflik horizontal pun terjadi karena sebagian hutan adat Siria-ria diberikan kepada masyarakat di Desa Parsingguran I sebagai lahan food estate. Tanaman masyarakat adat Siria-ria dirusak. Hingga kini, masyarakat menunggu kejelasan penyelesaian konflik oleh KLHK.
Selain yang dijadikan food estate, lahan itu hingga kini juga masih dikuasai masyarakat adat Siria-ria. Mereka menanam andaliman, kopi, kemenyan, dan lain sebagainya. Ada sekitar 570 keluarga yang menguasai lahan tersebut. ”Kami meminta hutan adat kami dikeluarkan dari kawasan hutan. Sudah 15 generasi kami hidup dari hutan adat itu dan tiba-tiba saat ini disebut merupakan bagian dari hutan negara,” kata Tua.
![60 Tahun Konflik Agraria Antara Masyarakat Adat Humbang Hasundutan Dan Klhk3](http://www.kpa.or.id/image/2024/01/60-tahun-konflik-agraria-antara-masyarakat-adat-humbang-hasundutan-dan-klhk3.jpg)
Sama artinya dengan upaya pemerintah mengalihkan kepemilikan lahan masyarakat adat kepada pengusaha-pengusaha besar.
Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Delima Silalahi menyebut, sudah tiga tahun lebih program food estate berjalan di Humbang Hasundutan, tetapi belum memberikan kesejahteraan signifikan bagi masyarakat. ”Sebaliknya, food estate hanya melahirkan berbagai persoalan dan konflik agraria,” kata Delima, yang mendampingi masyarakat adat Siria-ria.
Untuk program food estate di Siria-ria, kata Delima, pemerintah telah menerbitkan 87 sertifikat hak milik atas 215 hektar lahan. Proses legalisasi aset itu idealnya untuk memberikan jaminan hukum bagi kepemilikan masyarakat atas tanahnya.
”Namun, yang terjadi di lapangan, lahan masyarakat adat yang kini sudah menjadi food estate justru disewakan kepada perusahaan dengan harga murah, hanya Rp 1 juta per hektar per tahun,” kata Delima.
Jika pola ini dibiarkan, sama artinya dengan upaya pemerintah mengalihkan kepemilikan lahan masyarakat adat kepada pengusaha-pengusaha besar. Konfliknya bakal semakin meluas, tidak hanya melibatkan masyarakat dan KLHK, tetapi juga dengan korporasi. Jangan sampai ini dibiarkan.
![60 Tahun Konflik Agraria Antara Masyarakat Adat Humbang Hasundutan Dan Klhk6](http://www.kpa.or.id/image/2024/01/60-tahun-konflik-agraria-antara-masyarakat-adat-humbang-hasundutan-dan-klhk6.png)
Tulisan ini merupakan hasil liputan khusus Reforma Agraria, Kerjasama antara Konsorsium Pembaruan Agraria dengan Kompas untuk memotret dan mengurai persoalan konflik agraria di Sumatera Utara.
Artikel ini telah tayang perdana di Kompas.id dengan judul “60 Tahun Konflik Agraria antara Masyarakat Adat Humbang Hasundutan dan KLHK”, Klik untuk baca:
https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/01/14/60-tahun-konflik-agraria-masyarakat-adat-humbang-hasundutan-dan-klhk