Jakarta (kpa.or.id) – Keberhasilan pengorganisiran Desa Maju Reforma Agraria (Damara) tidak terlepas dari peran kunci para pengorganisir yang handal dan militan. Sehingga penting bagi organisasi untuk terus melahirkan para kader muda yang mempunyai kapasitas sebagai Community Organizer (CO). Hal ini mengemuka pada kegiatan “Refleksi dan Evaluasi Kader Muda Community Organizer” yang diselenggarakan Konsorsium Pembaruan Agraria selama dua hari dari tanggal 3-4 Juni 2024 di Jakarta.
Sebelumnya KPA telah menyelenggarakan pendidikan CO bagi kader-kader muda KPA yang didorong untuk melakukan pengorganisiran di basis-basis anggota tani, nelayan dan masyarakat adat anggota KPA pada Desember tahun lalu. Setelah pendidikan tersebut, para kader muda ini diterjunkan ke basis-basis organisasi dengan dampingan oleh para CO yang sudah mempunyai pengalaman.
Melalui forum ini, KPA ingin melihat perkembagan informasi di lapangan, terutama apa yang diperolah pada kader muda CO ini di masing-masing wilayah mereka ditempatkan.
Sekjen KPA, Dewi Kartika menyampaikan pentingnya konsolidasi pengetahuan dan temuan-temuan di lapangan antara CO dengan Tim Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA).
“Peningkatan kapasitas CO harus terus didorong, agar ada peningkatan kemampuan dalam membaca dan mengamati situasi di lapangan termasuk Tim LPRA”, ucapnya.
Selain itu, Dewi juga menekankan pentingnya kerja-kerja pengorganisiran agar tidak terjebak pada kerja-kerja teknis pemetaan saja, baik CO maupun tim LPRA. Artinya proses internalisasi serta ideologisasi gerakan juga perlu ditekankan dalam proses Damara ini.
Keterkaitan antara data dan fakta di lapangan sangat mempengaruhi bagaimana CO menjalankan tugasnya. Dewi menegaskan penting untuk menyambungkan kerja-kerja itu menjadi lebih komprehensif.
“Karena selain pemetaan geografis, Tim LPRA juga harus mampu membaca potensi ekonomi di wilayah tersebut,” kata Dewi.
![IMG_9926](http://www.kpa.or.id/image/2024/06/IMG_9926-scaled.jpg)
Selain itu, CO Damara juga memiliki peran penting dalam menyusun rencana strategis, baik dalam pelaksanaan di tingkat kabupaten maupun tingkat desa. Namun demikian untuk mendorong terlaksananya Damara tidak cukup mengandalkan CO saja. Perlu kolaborasi antara seluruh pengurus KPA baik di nasional maupun wilayah.
Dewi menambahkan bahwa urusan pertambangan minerba, hilirisasi energi, perubahan iklim dan sejumlah isu lingkungan lainnya juga harus dikuasai oleh CO. Karena itu akan menjadi masalah di kemudian hari. Sehingga CO Damara mampu beradaptasi dengan dinamika yang berkembang
Termasuk pindahnya IKN yang akan menyebabkan berkembangnya pesampasan tanah dengan dalih untuk perkebunan, ketahanan pangan, ekonomi hijau dan lain lain. Artinya ancaman perampasan tanah model baru sudah di depan mata, bahkan sudah terjadi di beberapa wilayah.
Pola seperti ini mengingatkan kita pada masa kolonial dimana sistem domein verklaring istilah yang sering kita dengar memposisikan negara sebagai tuan tanah. Padahal ada 17,24 juta rumah tangga petani gurem yang menjadi mayoritas populasi wilayah pedesaan, yang jelas-jelas merupakan potensi besar produsen pangan kita.
Adapun cara negara menjamin ketahanan pangan, dengan menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan adalah langkah keliru dan tidak berasaskan pada kedaulatan rakyat. Maka KPA menilai Damara menjadi solusi yang relevan ditengah masifnya isu food estate.
“DAMARA akan terus kita dorong sebagai bentuk kedaulatan dan kemandirian petani” ucap Dewi.
KPA telah mengimplementasikan gerakan Damara sejak 2014 di setiap basis anggota. Hingga saat ini telah berhasil mengkonsolidasikan 738 LPRA di 835 Desa seluas 1.687.376 hektar yang tersebar di 22 Provinsi. Praktik yang dilakukan KPA melalui Damara tersebut membutuhkan peran penting para pengorganisir-pengorganisir KPA.
Selain Refleksi dan Evalusi, rapat yang berlangsung selama dua hari ini juga membahas persiapan dan rencana strategis selanjutnya bagi para CO yang akan turun ke untuk turun lapangan selanjutnya.