Membangun Kemandirian Petani dari Sebatang Padi
Admin
|
11 Jan 2023
|
Dilihat 169x
Batang (kpa.or.id) - Para petani yang tergabung dalam Forum Paguyuban Petani Batang (FPPB) terus melakukan upaya inovasi untuk mensiasati keterbatasan tanah pertanian dan garapan mereka. Agar panen yang dihasilkan bisa maksimal dan memberikan peningkatan bagi pendapatan rumah tangga tani.
Salah satu inovasi yang dilakukan ialah mendorong metode System of Rice Insetification (SRI) atau yang lazim disebut dengan metode tanam padi sebatang.
FPPB mempunyai 400 anggota rumah tangga tani yang saat ini menggarap tanah seluas 151 hektar, atau jika dirata-rata masing-masing rumah tani hanya memiliki 0,25 hektar. Luas tanah yang sangat tidak layak bagi para petani untuk meningkatkan pendapatan mereka. Tantangan semakin berlipat sebab pemukiman dan tanah garapan mereka masih diklaim oleh Perhutani. Belum lagi faktor perubahan iklim dan kondisi tanah yang semakin terdegradasi akibat pemakaian pestisida dan pupuk kimia yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Tanah garapan tersebut saat ini ditanami berbagai tanaman pangan seperti padi dan jagung serta bermacam tanaman palawija lainnya.
Pada tahap awal ini, para petani membangun demplot di lahan kolektif organisasi seluas 0,5 hektar di salah satu basis tani FPPB di Dusun Sengon, Desa Gendang, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Batang.
“Selain terus mendorong penyelesaian konflik, kami petani di FPPB juga terus melakukan inovasi guna mensiasati sempitnya lahan para petani,” ujar Ketua FPPB, Tri Agus.
Agus dan para petani berpedoman, tidak bisa hanya menunggu kebaikan dan uluran tangan dari pemerintah untuk para petani. Bagi mereka, petani harus bisa mandiri sebab berharap banyak pada pemerintah hanya berbuah kekecewaan.
Buktinya saat ini kami para petani terutama yang berada di Pulau Jawa hanya bisa menguasai tanah kurang dari setengah hektar, itu pun masih diklaim oleh Perhutani,” ungkap Agus.
Padahal konstitusi dan UU kita sudah menjamin kepemilikan tanah bagi petani minimal 2 (dua) hektar,” ia menegaskan.
Di lahan demplot ini nantinya, 10 orang anggota FPPB akan belajar sekolah lapang untuk mendalami praktek menanam padi dengan metode SRI. Setelah melalui sekolah lapang, para kader tersebut diharapkan mampu membangun kelompok kerja yang terdiri dari para anggota organisasi. Baik dalam kontek penanaman, manajemen air, manajemen gulma, pemberantasan hama terpadu (PHT) hingga panen.
Metode tanam SRI merupakan sebuah teknik pertanian yang tujuan meningkatkan produktivitas padi dengan mengoptimalkan input produksi seperti benih, air, nutrisi dan input lainnya. Sistem ini pertama kali dikenalkan oleh Henri De Laulanie di Madagaskar tahun 1980.
Input tersebut menggunakan pupuk organik dan hayati, begitu pun dengan pestisidanya sehingga outputnya adalah padi organik yang aman bagi kesehatan manusia dan alam. Sebab budidaya dengan metode ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya dan ramah lingkungan.
Sementara dari hasil produksi, metode ini bisa menghasilkan panen dua kali lipat dari hasil pertanian konvensional. Misalkan, satu hektar tanaman padi yang biasanya menghasilkan 5 ton gabah,
contoh gambar 1 keterangan
melalui metode ini meningkat hingga 8 ton gabah.
“Semua upaya harus kita lakukan, baik penyelesaian konflik maupun cara bagaimana tanah yang kita garap ini mampu menghasilkan nilai lebih bagi setiap rumah tangga petani,” kata Rudi Casrudi, pengurus Sekretariat Nasional KPA.
Dengan mengusahakan sistem SRI, para petani tidak hanya mampu meningkatkan hasil produksi, namun juga mampu menjaga kesehatan mereka sendiri dan alam sekitar,” Rudi meyakini.
“Termasuk dengan metode ini, kita para petani mampu menjaga semangat gotong royong di antara sesama anggota dan perlahan mengembalikan semangat kemandirian petani yang telah lama hilang tergerus sistem pertanian konvensional ala revoluasi hijau,” tegas Rudi Casrudi.