Wilayah LPRA

Menyelamatkan Sawah Terakhir di Tanjung Pinggir
Admin | 20 Dec 2022 | Dilihat 603x

Para petani Persatuan Petani Siantar Simalungun (PPSS) melaksanakan gotong royong membangun balai pertemuan untuk dijadikan pusat pendidikan dan laboratorium organik.

Pembangunan kota yang semakin pesat sejatinya telah mengancam keberadaan tanah-tanah pertanian akibat masifnya alih fungsi lahan. Di berbagai tempat, kita sudah sering melihat lenyapnya sawah-sawah rakyat akibat digerus pembangunan dan perluasan kota. Para petani harus bertarung di tengah keterbatasan, melawan para pengembang raksasa-raksasa yang setiap saat dapat mencaplok sawah terakhir mereka.

Pematang Siantar (kpa.or.id) - Para petani anggota Persatuan Petani Siantar Simalungun (PPSS) membangun balai pertemuan di atas tanah kolektif organisasi seluas 0,4 hektar di Kelurahan Tanjung Pinggir, Kecamatan Siantar Martoba, Pematang Siantar. Balai tersebut nantinya akan dijadikan pusat pendidikan dan laboratorium pertanian organik.

Anggota PPSS saat ini berjumlah 80 KK atau sebanyak 315 jiwa, mengelola tanah seluas 25 hektar atau rata-rata 0,25 hektar untuk masing-masing rumah tangga tani. Tanah tersebut merupakan bekas HGU PTPN III yang sedang didorong penyelesaiannya melalui Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). 

Di tengah perjuangan hak atas tanah yang tidak kunjung diakui pemerintah, petani PPSS saat ini juga menghadapi ancaman masifnya alih fungsi lahan godaan pembangunan kota yang semakin pesat. 

Apalagi luas sawah yang dikelola masing-masing petani masuk kategori sangat sempit. Sehingga butuh cara yang lebih efektif dan efisien bagaimana memaksimalkan hasil produksi pertanian dari lahan yang terbatas tersebut. Agar hasil yang didapat tetap mampu mencukupi kebutuhan masing-masing rumah tangga tani. Dengan begitu, godaan bagi petani untuk menjual lahan mereka bisa diminimalisir.

Situasi ini yang memantik semangat para petani PPSS membangun pusat pendidikan dan laboratorium pertanian. Sebagai strategi jangka panjang mempertahankan sawah mereka dari gempuran pembangunan, Salah satu strategi yang dipilih adalah dengan mengembangkan sistem pertanian organik. Para petani menyadari, dengan berorganik mereka setidaknya mampu menekan ongkos produksi pertanian dimana selama ini Sebagian besar masih bergantung pada bahan kimia seperti pupuk dan pestisida. 

Selain hitung-hitungan ekonomi, para petani juga menyadari bahwa penting bagi mereka untuk membangun budaya pertanian organik agar apa yang mereka kelola dan usahakan tetap selaras dengan alam. 

Bagi mereka, bertani secara organik tidak hanya berbicara secara teknis pertanian semata. Tapi bagaimana membangun kesadaran secara kolektif akan pentingnya kemandirian para petani itu sendiri. Sebab input pertanian yang selama ini bergantung pada pasar dan bantuan pemerintah semakin mengikis prinsip kemandirian para petani, termasuk pengetahuan lokal yang mulai hilang secara perlahan. Inilah yang menjadi alasan mengapa para petani juga membangun pusat pendidikan. Pusat konsolidasi serta berbagi pengetahuan diantara sesama mereka.

Bagi kami secara prinsip, berorganik bukan hanya persoalan teknis pertanian, tapi bagaimana membangun mental kemandirian dan inovasi para petani agar terus mampu berbudidaya,” ungkap Jacoeb Bernard Kappow, Ketua PPSS.

“Apalagi pembangunan semakin mendesak kehidupan kaum tani akibat kebutuhan pengadaan dan perluasan lahan bagi pengembangan kota-kota baru,” katanya.

Pembangunan kota yang semakin pesat sejatinya telah mengancam keberadaan tanah-tanah pertanian akibat masifnya alih fungsi lahan. Di berbagai tempat, kita sudah sering melihat lenyapnya sawah-sawah rakyat akibat digerus pembangunan dan perluasan kota. Para petani harus bertarung di tengah keterbatasan, melawan para pengembang raksasa-raksasa yang setiap saat dapat mencaplok sawah terakhir mereka.

“Situasi ini harus kita antisipasi dan hadapi dengan cermat, jika tidak petani semakin terhimpit oleh arus pembangunan tersebut, alih-alih menikmati buah dari pembangunan itu sendiri,” Jacoeb meyakini.

Selain mengembangkan sistem pertanian organik, para petani juga mengembangkan edu wisata berbasis pertanian selaras alam untuk memberikan nilai tambah bagi pendapatan mereka.

Apa yang dilakukan para petani PPSS ini adalah salah satu strategi bagaimana mereka bertahan di tengah ancaman yang datang silih berganti, mempertahankan sejengkal sawah tersisa agar tetap abadi bagi rakyat Tanjung Pinggir. Termasuk salah satunya, dengan mendorong pemilikan bersama atas tanah yang saat ini mereka kuasai dan olah. Agar tidak beralih fungsi menjadi gedung-gedung bertingkat atau komplek-komplek bisnis dan perumahan mewah.

 

 

Share