Nasional GESLA

Peletakan Batu Pertama Penggilingan Lumbung Agraria Nusantara, Satu Langkah Maju Menuju Gerakan Ekonomi Pangan Petani-Buruh
Admin | 08 Aug 2022 | Dilihat 200x

Indramayu (kpa.or.id) - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama Serikat Tani Indramayu (STI) menyelenggarakan peletakan batu pertama pabrik penggilingan padi atau Rice Milling Unit (RMU)-Lumbung Agraria Nusantara (Lanusa), Sabtu, 7 Agustus 2022. RMU ini dibangun di atas tanah seluas 1.928 m2 di Desa Sukaslamet, Kecamatan Kroya, Indramayu, salah satu pusat basis STI.

Proses peletakan batu pertama tersebut dihadiri oleh Sekjen KPA, Dewi Kartika bersama Sekretariat Nasional KPA, Ketua dan Anggota Dewan Nasional KPA, Sekjen STI, Abdul Rojak bersama ratusan petani STI. Turut hadir pula Ketua Umum Konfederasi KASBI, Nining Elitos, Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi serta Ketua DPRD Indramayu.

Pendirian RMU-Lanusa ini merupakan tahap lanjut dari inisiatif gerakan ekonomi dan pangan antara petani dan buruh, yakni KPA, STI bersama Konfederasi KASBI dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI). Sebagai langkah maju dalam  menyusun satu-persatu batu bata bangunan ekonomi dan pangan antara petani-buruh yang berbasis kerakyatan.

Sistem pangan yang selama ini masih dikuasai pasar telah menempatkan petani (produsen) dan buruh (konsumen) pada posisi yang tidak menguntungkan. Para petani tidak berdaulat untuk menentukan harga produksi pangan mereka sendiri. 

Sementara para konsumen kelas menengah-bawah seperti buruh dan masyarakat rentan perkotaan lainnya tidak mempunyai pilihan dalam hal mencukup kebutuhan pangan mereka. Harga yang mencekik ditambah kualitas pangan yang tidak terjamin dari sisi kesehatan. 

Ironisnya, keuntungan dari tingginyanya harga pangan tersebut bukan dinikmati para petani. Sebab, harga pangan di tingkat petani pun dibeli dengan harga yang sangat murah. 

Mata rantai distribusi yang panjang menjadi celah permainan tengkulak dan para spekulan. Mereka dengan leluasa mengambil margin keuntungan yang lebih besar. Mengorbankan para produsen pangan kecil dan konsumen kelas menengah-bawah di wilayah perkotaan. 

Situasi tersebut terus menerus terjadi dalam rentang waktu yang lama akibat pemerintah tidak pernah secara serius memperbaiki tata niaga pangan di Indonesia. Hal ini diperparah akibat rendahnya nilai tawar petani secara politik untuk merubah sistem tersebut. 

Para petani tidak mempunyai pilihan selain menjual pada para tengkulak dan pemain besar. Sebab, keterbatasan informasi dan pengetahuan yang dimiliki para produsen skala kecil tersebut. 

Dibutuhkan kekuatan kolektif yang progresif dari gerakan rakyat untuk merubah sistem yang telah mengakar ini. RMU-Lanusa yang dibangun secara kolektif oleh gerakan petani-buruh ini merupakan salah satu upaya perlawanan. Membangun sistem distribusinya sendiri antara petani sebagai produsen dan kelas buruh sebagai konsumen.

“Ini adalah upaya dan keberanian kita secara kolektif, antara gerakan tani dan buruh untuk memulai model-model ekonomi berbasiskan spirit kerakyatan, spirit solidaritas dan spirit gotong-royong,” kata Sekjen KPA, Dewi Kartika.

Sejak hari ini dan sampai ke depan, kita akan memulai satu usaha bersama antara gerakan tani dan buruh dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan,” lanjutnya.

Ketua Umum Konfederasi KASBI, Nining Elitos berharap, ke depan pembangunan pabrik penggilingan (RMU) yang menjadi cita-cita bersama ini mampu meningkatkan kesejahteraan bersama.

“Untuk pemetaraan keadilan ekonomi rakyat,” ujar Nining

Dari Gerakan Solidaritas Menuju Gerakan Ekonomi Kerakyatan

Pembangunan RMU-Lanusa di Indramayu ini merupakan langkah maju setahap demi setahap dalam merealisasikan mimpi membangun sistem ekonomi dan pangan rakyat. Inisiatif ini adalah antitesa dari sistem ekonomi dan rantai pasok pangan yang selama ini masih dikendalikan oleh pasar dan para spekulan besar.

Ihwal dari sistem ekonomi-pangan ini adalah Gerakan Solidaritas Lumbung Agraria (GeSLA) yang diinisiasi KPA bersama serikat tani anggota pada masa-masa awal pandemi. 

GeSLA lahir sebagai respon terhadap ancaman krisis multidimensi yang disebabkan pandemi Covid-19. Terutama krisis ekonomi dan pangan yang banyak menyerang kelompok rentan di perkotaan.

Krisis ekonomi telah menyebabkan gelombang PHK secara besar-besaran bagi kaum buruh. Begitu juga dengan tenaga kerja informal dan pekerja harian lainnya yang terdampak akibat pembatasan mobilitas sosial. Krisis tersebut mengakibatkan melemahnya kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok, utamanya pangan. 

Sementara, di desa dan pelosok-pelosok pesisir, petani dan nelayan juga tidak terhindar dari dampak pandemi ini. Misalnya, para petani Serikat Petani Majalengka (SPM), salah satu anggota KPA yang tengah memasuki masa panen terancam mengalami kerugian. 

Pasalnya, harga komoditas pangan tiba-tiba anjlok akibat permintaan yang berkurang secara drastis. Situasi fluktuasi harga yang tak menentu, dapat berubah ubah dalam satu hari, dialami juga oleh petani STI yang menanam padi sebagai komoditas pangan utamanya. 

Pada kelompok nelayan, dampak krisis juga dialami oleh anggota Serikat Nelayan Indonesia (SNI). Hasil tangkapan mereka tidak terserap oleh pasar lokal dan maupun ekspor. Situasi ini membuat mereka terancam mengalami kerugian yang besar. Pasalnya, rajungan hasil tangkapan mereka terancam membusuk di gudang-gudang penyimpanan.

Di tengah kabar buruk yang datang silih berganti, sebagian serikat tani Anggota KPA bisa bernafas lega. Sebab mereka masih memiliki lumbung pangan yang cukup untuk kebutuhan internal dalam jangka waktu tiga sampai enam bulan. Baik di tingkatan rumah tangga petani, organisasi tani lokal (OTL) dan serikat. Bahkan, memiliki surplus panen untuk didonasikan ke masyarakat.

Situasi inilah yang memantik KPA bersama serikat tani anggota menggalang GeSLA untuk memperkuat solidaritas antara desa dan kota, utamanya antara petani, nelayan, buruh dan komunitas rentan di perkotaan. 

Sebelum datangnya pandemi, Lumbung Agraria sendiri merupakan badan usaha ekonomi (koperasi) KPA yang bekerja mendistribusikan dan memasarkan hasil-hasil produksi pangan serikat tani anggota kepada masyarakat luas, dengan prinsip keadilan, solidaritas, kemandirian dan keberlanjutan.

Situasi semacam itu merupakan buah dari pengembangan pembangunan desa baru berbasis agraria melalui Desa Maju Reforma Agraria (Damara). 

Damara ini mempraktekan model-model reforma agraria tingkat desa dan kampung berdasarkan inisiatif masyarakat di bawah. Dari mulai penguasaan, penggunaan dan pengusahaan tanahnya, usaha produksi, distribusi dan konsumsi ditata ulang dan diperkuat melalui semangat Damara.

Melalui GeSLA, KPA menggagas lima bentuk aksi untuk mengatasi ancaman krisis selama masa pandemi. Pertama, aksi donasi pangan dari petani, dimana para petani anggota KPA menyisihkan sebagian hasil panennya untuk dialirkan kepada kelompok buruh, pekerja sektor informasi dan masyarakat miskin kota lainnya melalui lumbung agraria KPA. 

Kedua, aksi pangan sehat dan ekonomis, yang bertujuan menghubungkan langsung antara produsen pangan skala kecil dengan konsumen prioritas. Aksi ini adalah upaya memutus mata rantai distribusi pangan yang panjang dan berbiaya tinggi. Sehingga menciptakan keuntungan diantara kedua pihak.

Ketiga, aksi barter petani-nelayan. aksi ini merupakan inisiatif gotong-royong dengan bentuk pertukaran antara pangan petani dengan hasil tangkapan nelayan anggota KPA. Aksi ini salah satunya dilakukan oleh petani STI dengan nelayan SNI.

Selain inisiatif pangan di atas, KPA juga menggalang aksi donasi publik untuk mendukung penyediaan alat kesehatan seperti masker, hand sanitizer serta protokol kesehatan lainnya. Kemudian didistribusikan kepada petani, masyarakat adat, nelayan dan masyarakat lainnya di wilayah pedesaan. Terutama para anggota KPA.

Terakhir, aksi jaga desa-kota untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Aksi mobilisasi dukungan kesehatan bagi anggota KPA dan penduduk di pedesaan, termasuk menyiapkan panduan mitigasi risiko kesehatan. Di beberapa provinsi, KPA mendorong para petani anggota untuk membuat masker kain. Selain untuk penggunaan di tingkat organisasi, masker ini juga dapat dijual untuk membantu ekonomi lokal yang lesu akibat pandemi.

Gerakan solidaritas yang dibangun ini mendapat apresiasi dan tanggapan positif oleh berbagai elemen gerakan dan masyarakat secara luas, utamanya kaum buruh. Inisiasi dan tanggapan positif tersebut mengerucut menjadi aksi nyata dalam membangun fondasi ekonomi kerakyatan antara petani dan buruh melalui kerjasama distribusi pangan. 

Pada tahap pertama ini, kerjasama dilakukan antara KPA, STI, Konfederasi KASBI dan KPBI. Hasil panen petani STI, terutama beras nantinya akan diolah melalui RMU, untuk kemudian disalurkan kepada rumah tangga buruh anggota Konfederasi KASBI dan KPBI di Kawasan Jabodetabek dan Jawa Barat.

Ada empat hal yang menjadi prinsip dan tujuan utama dari inisiatif ini;1) membangun model usaha kerakyatan dengan semangat gotong royong antara petani dan buruh; 2) mewujudkan resiliensi ekonomi dan pangan gerakan sosial; 3) memutus rantai pasok pangan yang panjang serta biaya produksi dan konsumsi yang berbiaya tinggi; dan 4) menjamin pemenuhan hak atas pangan yang sehat, berkualitas dan terjangkau bagi seluruh kalangan masyarakat.

Dari Gerakan tanggap darurat untuk mengatasi krisis multidimensi akibat pandemi Covid-19, kini GeSLA bertransformasi menjadi gerakan ekonomi-solidaritas antara petani dan buruh (Gerakan Ekonomi Solidaritas Lumbung Agraria). Salah satunya melalui pembangunan model ekonomi pangan khususnya beras melalui RMU-Lanusa. 

Inisiatif ini tentu akan dikembangkan secara terus-menerus dan bertahap di setiap wilayah basis serikat anggota KPA berada. Melalui pendekatan lokal di masing-masing wilayah. Sebagai jalan mewujudkan desa maju yang mandiri serta berdaulat secara ekonomi dan pangan.

Share