Nasional PPRA

Perempuan Pejuang Reforma Agraria Desak Perppu Cipta Kerja Dicabut
Admin | 08 Mar 2023 | Dilihat 615x

Jakarta (kpa.or.id) - Cabut Perppu Cipta Kerja. Hidup Petani. Hidup Perempuan. Slogan dan yel-yel tersebut terus diteriakkan secara bergantian oleh para perempuan pejuang reforma agraria dengan disambut pekik sekitar dalam konsolidasi nasional yang dilaksanakan secara daring, Rabu, 8 Maret 2022. 

Sekitar 700 perempuan pejuang reforma agraria dari 86 organisasi rakyat anggota KPA di 21 provinsi menyelenggarakan konsolidasi nasional memperingati Hari Perempuan Internasional 2023. Dari kampung dan basis mereka masing-masing, para perempuan pejuang reforma agraria ini terlihat semangat mengikuti seluruh agenda konsolidasi.

Momentum peringatan Hari Perempuan Sedunia 2023 ini patut kita rayakan untuk melihat kembali cita-cita kita untuk berbicara tentang keadilan agraria. Ketika berbicara keadilan agraria maka kita perlu juga berbicara tentang keadilan hak atas tanah, keadilan partisipasi, kebebasan berserikat tidak hanya bagi laki-laki, keadilan dan kebebasan bagi perempuan untuk mengambil keputusan di organisasi”, kata Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika.

Dewi menjelaskan saat ini, para petani, nelayan, masyarakat adat dan masyarakat pedesaan lainnya menghadapi tantangan yang sama, baik laki-laki maupun perempuan”, kata Dewi.

Di sektor pertanian, saat ini pemerintah mendorong pembangunan food estate di banyak tempat dengan cara-cara merampas tanah-tanah masyarakat,” urainya.

Termasuk, kata Dewi berbagai proyek pengadaan tanah yang dibungkus dalam narasi Proyek Strategis Nasional (PSN), pembangunan IKN dan investasi untuk perusahaan perkebunan skala besar, bukan untuk rakyat.

“Belum lagi akibat dari badan baru Bernama Bank Tanah yang dimakudkan untuk pengadaan tanah bagi pembangunan dan investasi korporasi skala besar.” lanjut Dewi.

“Ini ancaman nyata, bahkan saat ini sudah masuk dan merangsek ke desa-desa bahkan Lokasi Prioritas Reforma Agraria para petani. Plang-plang Bank Tanah telah masuk ke kampung-kampung untuk mengakuisisi dan merampas tanah-tanah yang selama ini kita perjuangkan,” Dewi menegaskan.

Anggota Dewan Nasional KPA, Delima Silahami membenarkan hal tersebut. Bagi dia, food estate sebagai salah satu agenda PSN merupakan cara pandang monolitik, otoritarian mengenai pembangunan dan kemajuan, termasuk pangan.

“Pemerintah mengabaikan kerja petani dalam memperjuangkan kedaulatan pangan, baik kedaulatan pangan rumah tangga hingga kedaulatan pangsan bangsa,” ujarnya.

Delima juga mengungkapkan food estate telah menghilangkan hak atas tanah, memperluas konflik agraria hingga merusak sistem pertanian dan pangan lokal.

“Jadi, food estate ini untuk kepentingan siapa? Untuk kebutuhan pangan siapa?”, kata Delima.

Kordinator KPA Wilayah Sulawesi Selatan, Rizki Anggriana Arimbi menceritakan bagaimana PTPN XIV menjadi penyumbang konflik agraria di berbagai daerah, terumata Provinsi Sulawesi Selatan.

“Kami di Sulawesi Selatan menyebutkan sebagai Perampasan Tanah Petani Nusantara”, ujarnya.

“Secara khusus, letusan konflik yang terus terjadi membuat kondisi perempuan menjadi sangat memprihatinkan. Kerentanan perempuan semakin berlapis, mulai dari tereksklusi dari identitas sumber pencaharian, kehilangan sumber pangan, kehilangan ruang untuk berinteraksi bagi sesama perempuan, semakin terdiskriminasi, dan menjadi korban kekerasan akibat kemiskinan,” tukas Kiki.

“Perempuan dipaksa menjadi buruh, bermigrasi ke kota, provinsi, bahkan negara lain. Momentum IWD harus memperkuat solidaritas diantara gerakan perempuan,” Kiki menyerukan

Seruan Kiki diperkuat oleh Korwil KPA Wilayah Jawa Barat, Yani Srimulyani. Dia mengatakan momentum ini menjadi pengingat bagi semua pihak, secara khusus perempuan untuk melakukan perubahan yang lebih besar.

“Ketidakadilan tidak hanya dialami perempuan petani, tetapi juga buruh, nelayan, masyarakat adat, masyarakat miskin kota dan pedesaan, dan kelompok rentan lainnya. Dalam kesejarahan perjuangan, khususnya perjuangan reforma agraria, perempuan memiliki peran penting di dalamnya”, kata Yani.

Dia mengajak kepada perempuan untuk mau mengorganisir diri dalam perjuangan hak atas tanah.

“Perempuan harus berorganisasi, mengorganisir diri untuk perubahan, mulai dari pemenuhan hak dasar, hak atas ruang hidup, hingga penataan dan penguatan ekonomi. Tolak segala bentuk kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat,” tegas Yani.

Yani juga menyerukan pada seluruh gerakan perempuan untuk bersolidaritas memperjuangkan apa yang menjadi hak rakyat.

Direktur Solidaritas Perempuan Poso, Nia Suhdin mengingatkan jika persoalan perempuan tidak bisa dilihat secara sektoral, karena sistem saat ini memperparah penindasan pada perempuan.

“Maka dari itu tidak ada acara lain selain memperkuat solidaritas dan gerakan perempuan dari daerah hingga nasional”, ujarnya.

Selain perempuan petani, nelayan dan masyarakat adat, konsolidasi ini juga dihadiri oleh perempuan buruh.
Siti Eni dari Konfederasi KASBI mengatakan Perppu Cipta Kerja harus dicabut karna telah menjadi sumber malapetaka bagi perempuan.

“Belum disahkan saja, perusahaan sudah melaksanakan pembangkangan konstitusi. Mulai dari intimidasi pada perempuan yang berserikat, hingga PHK massal di beberapa daerah.” ungkap Siti.

“Perempuan harus bersolidaritas untuk melawan pemiskinan sistematis ini,” tegasnya.

Senada dengan perempuan lainnya, Erni Kartini dari Serikat Petani Pasundan mengatakan organisasi rakyat harus terus bergerak memperjuangkan hak-haknya, termasuk hak atas tanah sebagai sumber penghidupan. 

“Mari ciptakan gerakan solidaritas, berswadaya, bahu-membahu dalam perjuangan hak-hak kita.” ujarnya.

Menyambung pernyataan para perempuan ini, Sekjen KPA Dewi Kartika menjelaskan perempuan selama banyak berada di garda terdepan untuk memperjuangkan tanah mereka dari ancaman perampasan dan penggusuran.

“Dalam proses konsolidasi ini kita berharap bisa mendengarkan cerita bagaimana perjuangan kaum perempuan dan pandangan kaum perempuan dalam melihat tantangan dan ancaman ke depan berkaitan dengan Perppu Cipta Kerja”, sambung Dewi.

Dewi berharap para perempuan semakin kuat, semakin percaya diri memperjuangkan hak-hak bagi diri sendiri, bagi keluarga dan bagi organisasi.

“Selamat Hari Perempuan Sedunia, momentum juga menuju aksi nasional 14 Maret 2023 dalam rangka menolak Perppu Cipta Kerja, memastikan Perppu Cipta Kerja dibatalkan,” ajak Dewi.

Dewi juga mengundang seluruh elemen KPA, baik organisasi rakyat, NGO dan elemen KPA lainnya menyiapkan diri secara bersama.

Share