KPA Ingatkan Menteri Hadi PR Prioritas Penyelesaian Konflik Agraria Jember
Admin
|
06 Jan 2023
|
Dilihat 386x
Jember (kpa.or.id) – Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengingatkan Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto mengenai pekerjaan rumah kementeriannya mengenai penyelesaian konflik agraria di Jember.
Hal ini disampaikan saat kunjungan Menteri Hadi ke Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) di Curahnongko, Kabupaten Jember, Jum’at, 6 Januari 2022. Lokasi tersebut merupakan salah satu basis dari organisasi tani anggota KPA, yakni Serikat Tani Independen (SEKTI).
Kunjungan Menteri ini untuk mengecek langsung persoalan hambatan penyelesaian konflik yang terjadi di lapangan, khususnya Kabupaten Jember.
Dalam kunjungan tersebut, Menteri Hadi berdiskusi dengan beberapa petani mengenai sejarah konflik dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh petani selama ini yang berkonflik dengan PTPN XII.
Ia berjanji akan membawa catatan permasalahan tersebut kepada Menteri BUMN Erik Thohir berkaitan dengan asset PTPN tersebut.
Sekjen KPA, Dewi Kartika dalam pertemuan tersebut saat ini terdapat 22 LPRA yang masih menunggu penyelesaian.
“Ini menjadi PR bagi Kementerian ATR/BPN karna mendesak untuk segera diselesaikan”, tegasnya.
Setengah Abad Lebih Dalam Klaim Perkebunan Negara
Konflik antara petani dengan PTPN II di Desa Curahnongko ini bermula pada tahun 1958. Kala itu terjadi kebijakan nasionalisasi eks perkebunan Belanda yang pengelolaannya diberikan kepada perkebunan negara. Konflik tidak terhindarkan, sebab para petani telah menguasai eks erpacht seluas 2.709 hektare tersebut sejak tahun 1942.
Puncaknya, rentang tahun 1965-1966 pemerintah dan perkebunan menggusur dan mengusir petani dari lahan mereka.Mereka menggunakan isu PKI dengan menuduh para petani sebagai simpatisan dari partai komunisi terbesar di Indonesia tersebut.
Pada tahun 1986, BPN menerbitkan SK pemberian HGU No.SK.64/HGU/DA/86 kepada PTPN XII yang jangka waktunya berakhir pada tahun 2011. Ironisnya HGU tersebut tidak pernah didaftarkandan bahkan pihak perkebunan telah menelantarkan HGU itu sejak tahun 1990.
Melihat situasi HGU yang sudah ditelantarkan pihak perkebunan, para petani memberanikan diri menguasai tanah tersebut pada tahun 1999. Selain melakukan pendudukan kembali (reclaiming), para petani juga mengupayakan proses penyelesaian melalui jalur-jalur advokasi.
Pada tahun 2004, melalui surat BPN Jawa Timur No: 540.35-7695, Kakanwil BPN Jawa Timur merekomendasikan tanah seluas 332 hektare dikeluarkan dari HGU dan dapat diberikan pengakuan haknya.
Selanjutnya , pada tahun 2011 bertepatan dengan habisnya jangka waktu HGU, dilakukan pengukuran ulang terhadap HGU PTPN XII oleh BPN bersama Serikat Tani Independent Jember.
Pada proses ini bahkan petani telah membayar biaya pengukuran ulang sebesar Rp. 32 juta dari total Rp 68 juta, sesuai dengan Surat BPN jember No: 351/3.35.3/V/2011.
Biaya tersebut belum termasuk biaya pembuatan dan pemasangan tugu batas, biaya konsumsi, akomodasi, dan transport petugas pengukuran. Hasil dari pengukuran ulang ini adalah ditemukan bahwa tanah yang dikuasai petani bukan bagian dari HGU PTPN XII.
Terlepas adanya klaim HGU PTPN XII terhadap LPRA Curahnongko para petani tidak pernah meninggalkan tanahnya sejak 1999 hingga hari ini.
Pada era pemerintahan Jokowi, para petani terus mendorong upaya penyelesaian. Sekti Jember bersama KPA mengusulkan Curahnongko sebagai salah satu prioritas penyelesaian konflik kepada pemerintah.
Bahkan periode 2019-2021, LPRA Curahnongko selalu manjadi target penyelesaian oleh pemerintah. Salah satunya, Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria bersama Sekti Jember melakukan pertemuan dengan Pemkab Jember untuk membahas percepatan penyelesaian konflik agraria di Curahnongko.