Para Perempuan Reforma Agraria
Kompas
|
20 May 2023
|
Dilihat 98x
Kompas -- Beberapa tahun lalu, petani di Kabupaten Ciamis, Garut, Tasikmalaya, dan Pangandaran, Jawa Barat, mulai mengakui kesetaraan perempuan dengan laki-laki. Hal ini membuka ruang bagi perempuan untuk berorganisasi, belajar, dan menerima hak atas tanah.
Dahulu, perempuan tidak selalu punya tempat di forum musyawarah masyarakat. Ruang diskusi dan organisasi tani lokal didominasi laki-laki. Kehadiran perempuan di forum itu belum dianggap signifikan. Mereka memilih duduk di belakang tanpa berpartisipasi secara bermakna.
Kondisi perlahan berubah saat isu kesetaraan jender dibicarakan di organisasi tani Serikat Petani Pasundan (SPP) sekitar tahun 2016 atau setelah musyawarah nasional Konsosrsium Pembaruan Agraria (KPA). Anggota SPP adalah petani-petani di Kabupaten Ciamis, Garut, Tasikmalaya, dan Pangandaran. SPP merupakan organisasi binaan KPA.
Isu kesetaraan jendertidak langsung bisa diterima masyarakat. Budaya patriarki masih kental. Ajaran agama juga turut menentukan peran masing-masing jender.
Butuh waktu bertahun-tahun sampai akhirnya ruang aktualisasi perempuan terbuka. Deputi hukum SPP Erni Kartini mengatakan, sertifikat masyarakat atas tanah pun kini dibagi atas nama suami dan istri. Jika ada anak, sertifikat akan dibagi tiga untuk bapak, ibu, dan anak.
“Kalau amit-amit cerai, perempuan tidak akan kehilangan hak atas tanah,” katanya di saat diskusi antarpetani di Desa Banjaranyar, Kabupaten Ciamis, Sabtu (6/5/2023).
Diskusi ini juga mencerminkan dinamika sosial setelah kesetaraan jender dibicarakan. Diskusi tentang reforma agraria ini diikuti para petani anggota SPP dari empat kabupaten. Laki-laki, perempuan, orang tua, dan orang muda berbaur dan duduk sejajar. Kesempatan ini digunakan untuk bicara pentingnya pendidikan reforma agraria bagi perempuan.
Kader reforma agraria
Pada akhir Desember 2022, 54 perempuan anggota SPP lolos seleksi mengikuti Akademi Rforma Agraria Sejati (ARAS) yang berlangsung beberapa hari. ARAS adalah program pendidikan untuk menyiapkan para petani perempuan menjadi kader reforma agraria.
Mereka diajari, antara lain, tentang hukum reforma agraria, hak masyarakat atas sumber agraria, dan pentingnya mempertahankan hak atas tanah. Kepercayaan diri mereka juga dibentuk di sini. Para peserta menurut rencana disebar ke berbagai provinsi untuk membantu organisasi tani yang mengalami krisis kader reforma agraria.
Menurut petani dari Ciamis dan juga alumnus ARAS, Indah Permatasari (24), pendidikan telah memberdayakan dirinya. Dulu, ia ikut gerakan perjuangan reforma agraria tanpa paham alasan dan tujuannya. Dengan ikut organisasi tani dan ARAS, ia semakin paham pentingnya reforma agraria.
Reforma agraria diatur dalam dalam Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018 Tentang Reforma Agararia. Tujuan reforma agraria adalah mengurangi ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah. Harapannya, keadilan tercipta, sengketa dan konflik agraria tertangani, serta kesejahteraan masyarakat berbasis agraria meningkat.
Sebelumnya, tidak semua petani punya sertifikat atas lahannya. Hal ini kerap menimbulkan konflik agraria. Para petani rentan dianggap perambah dan dikriminalisasi. Sementara berkonflik, akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan, dan pembangunan bagi masyarakat jadi sulit.
Masyarakat pun memperjuangkan haknya atas tanah dan sumber agraria. Pemerintah lantas membagikan sertifikat tanah ke masyarakat. Pada September 2021, misalnya, Presiden Joko Widodo memberikan 124.120 sertifikat tanah hasil redistribusi dan penyelesaian konflik agraria di 26 provinsi san 127 kabupaten/kota.
“Dulu, kawasan tanah yang bisa digarap snagat terbatas. Kami petani-petani miskin tidak bisa bertahan,” ucap Indah.
“Waktu itu kami tidak sadar kenapa harus berjuang (atas hak agraria). Jika tidak belajar, kami pasti tidak akan maju-maju, saya sendiri pasti tidak tertarik memperjuangkan tanah yang harus dimiliki. Tapi bagaimana bisa kami jadi petani kalau tanah saja kami tak punya?” tambahnya.
Petani dari Ciamis dan juga alumnus ARAS, Siti Suryani (32), mengatakan, perempuan yang hendak mengenyam ilmu biasanya terhambat izin keluarga. Perempuan yang bepergian dan kerap tak ada di rumah juga rawan diberi stigma negatif. Walau demikian, semangatnya untuk belajar reforma agraria dan membuat perubahan tetap menggebu.
“Mimpi besar kami adalah mengenyam pendidikan untuk menyejahterakan dan membimbing anak kami,” kata Siti.
Lembaga pendidikan
Menurut Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika, ARAS akan dikembangkan sebagai institut pendidikan swadaya oleh petani Ciamis, Garut, Tasikmalaya, dan Pangandaran. Institut yang dinamai ARAS Siti Halimah itu akan dibangun di Kabupaten Ciamis.
Program ARAS pada 2022 dan pembangunan ARAS Siti Halimah menggunakan Dana Nusantara yang diperoleh dari berbagai donor internasional. Dana ini diinisiasi KPA, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Dana akan diberikan secara langsung kepada masyarakat adat atau komunitas lokal yang jadi garda depan penjaga alam. Dana ini dapat digunakan, antara lain, untuk rehabilitasi dan restorasi lahan serta pembentukan pusat pendidikan rakyat. Saat diuji coba sejak Desember 2022, masing-masing komunitas menerima dana tak lebih dari 50 juta. Sebagian dana dimasukkan ke koperasi warga.